Pesawat Intai Anti Radar Made in Indonesia

Pesawat Intai 02-A Pelatuk
Indonesia Revive! -- Indonesia sudah siap tempur. Tapi ini tidak menyinggung tentang kemungkinan terjadinya perang dunia ketiga. Indonesia siap tempur dalam kancah persaingan produksi alutsista (alat utama sistem senjata) yang semakin canggih.

Setelah kemarin membombardir dengan berita-berita kehebatan para siswa SMK yang mampu menciptakan mobil, sekarang media public menyuguhkan tentang keampuhan BPPT (Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi), yang menciptakan pesawat intai tanpa awak. Dan hebatnya, jenis pesawat yang sering dijuluki unmanned aerial vehicle (UAV) ini tidak bisa terdeteksi oleh radar musuh.

Joko Purwono, Kepala Program Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) BPPT menuturkan, bahwa prototipe pesawat terbang produksinya dijamin tidak terdeteksi radar musuh. Itu karena seluruh bahan pesawat terbuat dari komposit murni yang tidak mengandung unsur metal.

Namun, pihaknya menyatakan pesawat intai bernama Wulung, Gagak, Pelatuk, Alap-alap, hingga Slipi, tetap butuh pengembangan dan inovasi untuk menyiasati semakin canggihnya pendeteksian teknologi radar lawan. "Pesawat kami dijamin tidak terdeteksi radar, tapi kalau memuai sedikit karena panas mesin bisa jadi terdeteksi radar. Masih butuh pengembangan," uangkapr Joko kepada koran Republika.

BPPT sendiri butuh modal untuk mengembangkan pesawat-pesawat hasil karyanya. Pihak BPPT pun menyarankan kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) agar tidak perlu jauh-jauh membeli produk Israel Aerospace Industries (IAI) untuk memperkuat armada perang kita. Alangkah baiknya menggunakan anggaran pembelian pesawat itu untuk inovasi dan pengembangan pesawat intai karya sendiri. Dan, tentu itu juga bisa memperkuat industri pertahanan dalam negeri.

Harga pesawat intai IAI sendiri, menurut catatan Republika cukup mahal. Dengan teknologi terbarunya, harga pesawat asing itu rata-rata 6 juta dolar AS atau Rp 54 miliar. Itu angka yang cukup fantastis jika dibandingkan dengan harga PUNA BPPT. Untuk memproduksi satu unit pesawat itu hanya cukup mengganggarkan Rp 1,3 miliar.

Memang, saat ini produk Israel itu lebih canggih. Namun, kalau pesawat intai BPPT semakin sering diutak-atik maka hanya butuh beberapa tahun untuk mengejar ketertinggalan teknologi. Ini lantaran sumber daya manusia (SDM) BPPT hanya kurang mendapat kesempatan dan pembelajaran. Kemenhan maupun user lain tidak pernah mengajak pihaknya untuk mengembangkan pesawat intai terbaru.

Sumber: Republika

0 komentar:

Post a Comment