Showing posts with label Hankam. Show all posts
Showing posts with label Hankam. Show all posts

Kapal Cepat Rudal Buatan Indonesia

Indonesia Revive! -- Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro meresmikan Kapal Cepat Rudal 40, KRI Kujang 642, di Dermaga Batu Ampar, Kota Batam.

“KRI Kujang merupakan kebanggaan karena diciptakan oleh anak bangsa. Kapal ini akan digunakan untuk menjaga keamanan wilayah perairan Indonesia,” kata Purnomo, Kamis (16/2/2012).

KRI Kujang yang menelan biaya sekitar Rp75 miliar merupakan kapal cepat kedua yang diproduksi di PT Palindo Marine, kawasan Industri Tanjungujang, Batam.

Kapal ini dirancang dengan teknologi tinggi yang memiliki spesifikasi panjang 40 meter, lebar delapan meter, tinggi 3,4 meter, dan sistem propulasi fixed propeller 5 daun. KCR 40 mampu berlayar dengan kecepatan 30 knot.

KCR-40 terbuat dari baja khusus yang disebut high tensils steel pada bagian lambung. Baja high tensils steel merupakan produk dalam negeri yang diproduksi PT Krakatau Steel. Untuk bagian atasnya menggunakan aluminium alloy sehingga memiliki stabilitas dan kecepatan yang tinggi jika berlayar.
Kapal tersebut dilengkapi sistem persenjataan modern (sewaco/sensor weapon control), di antaranya meriam kaliber 30 mm enam laras sebagai close in weapon system (CIWS) atau sistem pertempuran jarak dekat dan rudal anti kapal buatan China C-705.

Peluncuran KRI Kujang-40, kata Purnomo, merupakan jawaban atas rasa tanggung jawab menjaga laut NKRI yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang tinggi. Selain memiliki kandungan SDA yang tinggi banyak alur perairan NKRI menjadi alur perdagangan internasional.

“Ini sebagai milestone menuju kemandirian industri pertahanan. Kapal-kapal cepat lain akan terus diproduksi untuk memperkuat pertahanan NKRI,” kata Purnomo lagi.

Ia mengatakan produksi alat utama sistem persenjataan (alutsista) tidak akan berhenti pada KRC. Pemerintah akan terus melengkapi persenjataan TNI dengan beberapa kapal lain. Selanjutnya, akan dibuat kapal perusak dan kapal selam.

TNI AL, lanjut Purnomo, membutuhkan kapal yang kuat hingga mampu hadir dan mengamankan perairan di laut jauh. Ia juga berharap, pembangunan kapal cepat oleh putra-putri bangsa akan mendorong bagi instansi lain di dalam negeri untuk mengembangkan industri penunjang secara mandiri.
Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengatakan KCR-40 akan beroperasi di Indonesia bagian barat, disesuaikan dengan kondisi geografis yang dikelilingi pulau-pulau dan selat. (Sumber: Kompas.com, Pikiran Rakyat, Antara)

Pesawat Intai Anti Radar Made in Indonesia

Pesawat Intai 02-A Pelatuk
Indonesia Revive! -- Indonesia sudah siap tempur. Tapi ini tidak menyinggung tentang kemungkinan terjadinya perang dunia ketiga. Indonesia siap tempur dalam kancah persaingan produksi alutsista (alat utama sistem senjata) yang semakin canggih.

Setelah kemarin membombardir dengan berita-berita kehebatan para siswa SMK yang mampu menciptakan mobil, sekarang media public menyuguhkan tentang keampuhan BPPT (Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi), yang menciptakan pesawat intai tanpa awak. Dan hebatnya, jenis pesawat yang sering dijuluki unmanned aerial vehicle (UAV) ini tidak bisa terdeteksi oleh radar musuh.

Joko Purwono, Kepala Program Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) BPPT menuturkan, bahwa prototipe pesawat terbang produksinya dijamin tidak terdeteksi radar musuh. Itu karena seluruh bahan pesawat terbuat dari komposit murni yang tidak mengandung unsur metal.

Namun, pihaknya menyatakan pesawat intai bernama Wulung, Gagak, Pelatuk, Alap-alap, hingga Slipi, tetap butuh pengembangan dan inovasi untuk menyiasati semakin canggihnya pendeteksian teknologi radar lawan. "Pesawat kami dijamin tidak terdeteksi radar, tapi kalau memuai sedikit karena panas mesin bisa jadi terdeteksi radar. Masih butuh pengembangan," uangkapr Joko kepada koran Republika.

BPPT sendiri butuh modal untuk mengembangkan pesawat-pesawat hasil karyanya. Pihak BPPT pun menyarankan kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) agar tidak perlu jauh-jauh membeli produk Israel Aerospace Industries (IAI) untuk memperkuat armada perang kita. Alangkah baiknya menggunakan anggaran pembelian pesawat itu untuk inovasi dan pengembangan pesawat intai karya sendiri. Dan, tentu itu juga bisa memperkuat industri pertahanan dalam negeri.

Harga pesawat intai IAI sendiri, menurut catatan Republika cukup mahal. Dengan teknologi terbarunya, harga pesawat asing itu rata-rata 6 juta dolar AS atau Rp 54 miliar. Itu angka yang cukup fantastis jika dibandingkan dengan harga PUNA BPPT. Untuk memproduksi satu unit pesawat itu hanya cukup mengganggarkan Rp 1,3 miliar.

Memang, saat ini produk Israel itu lebih canggih. Namun, kalau pesawat intai BPPT semakin sering diutak-atik maka hanya butuh beberapa tahun untuk mengejar ketertinggalan teknologi. Ini lantaran sumber daya manusia (SDM) BPPT hanya kurang mendapat kesempatan dan pembelajaran. Kemenhan maupun user lain tidak pernah mengajak pihaknya untuk mengembangkan pesawat intai terbaru.

Sumber: Republika