Ngobrol dengan Penemu Beras Merah Putih

Dude, cinta Indonesia? Laki-laki penemu asal Indonesia ini sepertinya cinta betul sampai-sampai menemukan varietas beras merah-putih.

LAKI-LAKI setengah baya itu duduk di kursi kayu berajut rotan. Sorot matanya sayup, kelopak sipit, seperti orang mengantuk. Artikulasi bicaranya kurang jelas, sedang sariawan. Tapi pancaran wajahnya masih kentara, dia berdarah biru. Tak salah, pria itu adalah salah satu cicit Sultan Hamengku Buwono VII.

Kulit sawo matang, rambut memanjang sebahu. Kumis yang tak begitu lebat dibiarkan melengkung. Dialah BSW Adji Koesoemo (43), seorang pegiat pertanian di Yogyakarta.

Sekilas, dia orang biasa-biasa saja. Namun, hasil-hail penemuannya cukup menakjubkan, di antaranya membudidayakan beras dwi warna merah putih, memproduksi minyak bahan bakar alternatif berbahan baku biota laut plankton, dan kendaraan panser bertenaga listrik.

Ikhwal beras dwi warna, satu butir padi terdiri atas dua warna, putih dan merah, seperti bendera Indonesia ditemukan Adji Koesoemo bersama Hertanto. Awalnya memang bukan penelitian ilmiah, tetapi lebih pada keajaiban. Mereka mendapatkan buliran padi tersebut dari penduduk yang menemukan di bawah reruntuhan candi di kawasan Klaten, 16 Februari 2006. Beras ini diduga berasal dari sekitar abad VII.

"Saat ditemukan wujudnya sudah beras, bukan bentuk padi. Saya merasa terkejut, kok bisa warnanya separuh merah, separuhnya lagi putih," papar mantan aktivis mahasiswa itu pada acara penyerahan bibit padi varietas Merah Putih RI-1 bersama Sultan Hamengku Buwono X dan Wali Kota Salatiga John Manoppo kepada petani Salatiga di rumah makan Jolgo Murni, Jalan Kartini, Salatiga, Jawa Tengah, baru-baru ini.

Beras merah putih, kata Adji memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan beras putih atau merah biasa. "Beras Merah putih sangat mendukung pertumbuhan anak-anak karena zat besinya tinngi. Juga mendukung kecerdasan anak-anak, dan untuk orangtua mencegah tidak mudah pikun karena zat besinya tinggi. Dan bagi penderita diabetes tidak masalah karena karbohidartnya rendah," kata ayah dari tiga anak jebolan Fakultas Filsafat UGM itu.

Kandungan zat besi (ferro = Fe) beras merah putih adalah 4,61 mg/100 gram, sedangan beras putih hanya 0,13 mg, dan beras merah tidak terdeteksi. Kandungan zat seng (Zinkum=Zn) 8,30 mg/100 gram, sedangkan beras putih 0,6, dan beras merah tidak terdeteksi. Kandungan karbohidrat, ujar Adji, paling rendah, yakni 71,34 persen, beras putih 80 persen, dan beras merah biasa 75 persen.

Manusia membutuhkan banyak zat, di antaranya zat besi, zat seng, dan karbohidrat. Menurut Data Balai Penelitian Tanaman Padi, kekurangan zat besi dalam tubuh dapat menyebabkan anemia, sementara kekurangan zat seng menghambat pertumbuhan pada bayi, mengganggu imunitas, dan menghambat penyerapan zat besi.

Dewasa ini diperkirakan lebih dari 50 persen wanita hamil dan 40 persen anak sekolah di Asia menderita anemia yang diakibatkan kekurangan zat besi dalam tubuhnya. Padahal, zat-zat itu dapat diperoleh pada makanan berbahan baku beras atau tepung beras. Suami drg Evi Herati ini menamai beras Merah Putih RI-1 karena beras ini mirip dengan bendera Republik Indonesia. Dia berharap mudah-mudahan Indonesia berdaulat dalam pangan, tidak seperti kondisi saat ini menjadi negara pengimpor beras.

Mengutip data BPS dan Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman (Gapmi) tahun 2007, 224,90 juta penduduk Indonesia membutuhkan beras 34,19 juta ton. Lahan areal pertanian seluas 11,59 juta hektar menghasilkan 34,31 jota ton beras sehingga surplus 0,12 juta ton. Tahun 2008 diperkirakan minus 320.000 ton beras, kemudian tahun 2010 minus 750.000 ton, dan tahun 2020 minus 5,37 juta ton. Kekurangan ini disebabkan lonjakan jumlah penduduk, sedangkan di sisi lain areal pertanian tidak bertambah atau bahkan berkurang.

Adji, laki-laki kelahiran Yogyakarta, 4 November 1965. Dia adalah salah satu cicit Sultan Hamengku Buwono VII. Menurut Adji, saat beras Merah Putih ditemukan dua tahun lalu jumlahnya 160 butir. Selain beras ada juga jagung dan kacang hijau di dalam satu wadah.

Didorong rasa ingin tahu yang sangat tinggi, Adji mencari berbagai cara untuk melestarikan padi itu meski dengan spekulasi. Dia beserta kawannya, Hertanto, memilah-milah beras yang masih tampak bagus, dan didapat 120 bulir yang masih memiliki mata beras. Untuk percobaan dibagi menjadi dua, 100 butir ditanam apa adanya, dan sisanya ditutupi media sekam padi rojolele.

"Saya harap-harap cemas ini bisa tumbuh apa tidak. Tapi menakjubkan, dari 120 benih yang ditanam ternyada ada 88 yang berkecambah dan ada tujuh batang yang tumbuh dengan masing-masing dua anakan, jadi ada 21 batang padi. Semula saya juga cemas karena sampai umur tiga bulan tinggi padi hanya 5 cm, baru pada umur lima setengah bulan terlihat tinggi dan berbuah. Dari 21 induknya dihasilkan 2.411 bulir padi yang kemudian dibudidayakan di 12 daerah," kata Adji berseri-seri.

Setelah panen pertama, generasi kedua beras merah putih ini dikembangkan di berbagai daerah, seperti Kediri, Sumenep, Pati, Banyumas, Sabdodadi-Bantul, Banjarnegara, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Bali. Bahkan, saat ini sudah dikembangkan di 230 titik di berbagai provinsi.

Selain kandungan gizinya tinggi, beras merah putih ini lebih tahan terhadap hama karena ditanam dengan metode organik, tanpa menggunakan puku-pupuk kimia atau pestisida. "Dengan menanam padi merah putih, saya sekalian mengimbau agar petani kita jangan menanam padi hibrida. Sebab dengan padi hibrida varietas baru selalu dikuti hama baru. Jangan-jangan dengan hama baru, eksportir akan memasukkan pestisida dagangannya," pinta Adji. (persda network/domuara ambarita/IGN sawabi)

Sumber

0 komentar:

Post a Comment