Muhammad Thoha: “Habibie dari Selokan Mataram” yang Ahli Aeromodelling
Muhammad Thoha bukanlah lulusan sarjana teknik, melainkan hanya orang biasa lulusan SMA yang berprofesi sebagai pekerja percetakan dan giat menekuni aeromodelling. Di balik kesederhanaan itu, bukanlah menjadi penghalang bagi dirinya untuk berkarya. Lelaki berusia 60 tahun itu hebat, tekun, dan memiliki semangat yang luar biasa. Bahkan, karya-karyanya tidak kalah bersaing dengan hasil karya orang yang memang mempelajarinya secara formal.
Rumah sederhananya di Condong Catur, Sleman, DI Yogyakarta dipenuhi tumpukan buku, seperangkat komputer, alat-alat rakit elektronik biasa, dan mesin jilid buku. Tak mengherankan kalau banyak orang menyebutnya sebagai bengkel kerja (workshop) ketimbang rumah karena setiap sudutnya dipenuhi barang-barang tersebut.
Kendati demikian, Thoha kerap didaulat menjadi pembicara oleh seorang profesor di depan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan topik aeromodelling, yaitu pesawat model yang lebih berat dari udara dengan ukuran-ukuran terbatas, mempunyai mesin, dan tidak dapat diawaki atau membawa manusia.
Uniknya, dengan barang-barang yang dimiliki seadanya itu dan wawasan pengetahuan autodidak, pria ini telah mengantarkan tim mahasiswa UGM menjadi juara II pada salah satu kategori kompetisi teknologi tepat guna kemahasiswaan se-Indonesia.
Pak Thoha, sosok yang tidak mudah menyerah pada keadaan. Meski tanpa pendidikan aeromodelling, ia bisa menciptakan karya aeromodelling yang bermanfaat. Tidak hanya itu, Pak Thoha juga amat piawai memanfaatkan barang bekas. Salah satunya pesawat aeromodelling dari gabus, yang ada kameranya.
Pak Thoha dengan komunitasnya, Seribu Bintang, menciptakan sebuah pesawat tanpa awak yang memiliki sistem navigasi dan dilengkapi dengan sistem unmanned aerial vehicle (UAV). Pesawat itu biasa digunakan untuk kepentingan riset, survei, atau pesawat mata-mata militer. Selain itu ia juga membuat water rocket, tricopter, dan sebagainya.
Thoha tidak segan berbagi ilmu. “Dia banyak diminta menjadi pembicara atau memberikan pelatihan membuat pesawat aeromodelling.” Ia sosok jenius dengan keterbatasannya, tapi mampu memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
Kisah Pak Thoha didokumentasikan Danang Cahyo Nugroho & Dendi Pratama dalam film berjudul “Habibie dari Selokan Mataram” dan jadi Finalis Eagle Awards Documentary Competition 2010.
Sumber: Indonesiaproud
Rumah sederhananya di Condong Catur, Sleman, DI Yogyakarta dipenuhi tumpukan buku, seperangkat komputer, alat-alat rakit elektronik biasa, dan mesin jilid buku. Tak mengherankan kalau banyak orang menyebutnya sebagai bengkel kerja (workshop) ketimbang rumah karena setiap sudutnya dipenuhi barang-barang tersebut.
Kendati demikian, Thoha kerap didaulat menjadi pembicara oleh seorang profesor di depan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan topik aeromodelling, yaitu pesawat model yang lebih berat dari udara dengan ukuran-ukuran terbatas, mempunyai mesin, dan tidak dapat diawaki atau membawa manusia.
Uniknya, dengan barang-barang yang dimiliki seadanya itu dan wawasan pengetahuan autodidak, pria ini telah mengantarkan tim mahasiswa UGM menjadi juara II pada salah satu kategori kompetisi teknologi tepat guna kemahasiswaan se-Indonesia.
Pak Thoha, sosok yang tidak mudah menyerah pada keadaan. Meski tanpa pendidikan aeromodelling, ia bisa menciptakan karya aeromodelling yang bermanfaat. Tidak hanya itu, Pak Thoha juga amat piawai memanfaatkan barang bekas. Salah satunya pesawat aeromodelling dari gabus, yang ada kameranya.
Pak Thoha dengan komunitasnya, Seribu Bintang, menciptakan sebuah pesawat tanpa awak yang memiliki sistem navigasi dan dilengkapi dengan sistem unmanned aerial vehicle (UAV). Pesawat itu biasa digunakan untuk kepentingan riset, survei, atau pesawat mata-mata militer. Selain itu ia juga membuat water rocket, tricopter, dan sebagainya.
Thoha tidak segan berbagi ilmu. “Dia banyak diminta menjadi pembicara atau memberikan pelatihan membuat pesawat aeromodelling.” Ia sosok jenius dengan keterbatasannya, tapi mampu memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
Kisah Pak Thoha didokumentasikan Danang Cahyo Nugroho & Dendi Pratama dalam film berjudul “Habibie dari Selokan Mataram” dan jadi Finalis Eagle Awards Documentary Competition 2010.
Sumber: Indonesiaproud
1 komentar:
mantap artikelnya
Post a Comment