Alat Penghancur Jarum Suntik Bekas

Mengatasi limbah jarum suntik bekas yang selama ini hanya dikubur atau dimasukkan ke insinerator (penghancur sampah), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memperkenalkan alat pelebur jarum suntik bekas, Syringe Shredder SS-500. Alat tersebut mampu meleburkan bahan stainless steel jarum suntik yang bertitik lebur 1.200 derajat Celcius menjadi serbuk.

Peneliti LIPI dari Unit Pelaksana Teknis Balai Pengembangan Instrumentasi Ir Haryadi MT menjelaskan, cara penguburan jarum suntik bekas atau penggunaan insenerator tidak efektif, karena insenerator tidak mampu mencapai titik lebur jarum suntik.

“Pengoperasian insinerator juga memerlukan tempat khusus dan energi yang besar, sementara temuan LIPI tersebut merupakan alat yang portable dan digerakkan dengan tenaga motor listrik berdaya 100 Watt,” ujarnya di Jakarta, Selasa (7/11/2006). Sedangkan upaya penguburan sampah bekas jarum suntik akan membuat masyarakat tidak aman dari kemungkinan kecelakaan akibat tusukan jarum suntik bekas itu.

Haryadi menjelaskan, alat penghancur jarum suntik itu memanfaatkan panas yang tinggi yang ditimbulkan akibat gesekan pada saat proses penghancuran secara mekanis sehingga menghasilkan serbuk yang sudah steril. “Peranti itu juga dirancang untuk mampu menghancurkan jarum suntik menjadi serbuk berukuran 0,005 mikron hanya dalam waktu 10 detik, sedangkan botol penampungnya mampu menampung minimal 300 jarum suntik serbuk,” tuturnya.

Alat berdimensi 250x120x200mm dengan bahan aluminium cor, hard nylon dan stainless steel yang praktis tersebut telah terdaftar dengan nomor paten S0020050055. Saat ini jarum suntik hanya digunakan praktisi medis sekali pakai sebagai pengganti jarum suntik tabung gelas. Ini untuk mencegah resiko penyebaran virus melalui jarum suntik dari satu pasien ke pasien lain. Namun penggunaan jarum suntik sekali pakai membuat limbah jarum suntik semakin menggunung sehingga memerlukan suatu alat yang betul-betul mampu memusnahkannya, dan yang tak kalah penting harganya relatif terjangkau.

0 komentar:

Post a Comment