Kompor Pengering dan Antena Tenaga Surya

Waton tekun, mesti ketemu tujuane. Ora usah neko-neko!
(Asal tekun, pasti berhasil. Tidak usah berbuat yang aneh-aneh!)

Demikian Minto berpesan. Pesan itu tak asal-asalan diucapkannya. Lelaki yang bekerja menjadi guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Prambon I, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur ini sudah mendapat pengakuan dari berbagai kalangan perguruan tinggi. Termasuk penghargaan dari Direktorat Jenderasl Listrik dan Pengembangan Energi Departemen Pertambahan dan Energi. Dia sudah berkreasi dengan membuat alat dwi fungsi. Jadi kompor ok. Jadi antena parabola pun bisa.

Alat ini dibuat dalam dua tahapan, pertama ia membuat kompor pengering bertenaga matahari kemudian meneruskannya dengan menjadikannya berfungsi sebagai antena parabola. Awal tahun 1988, Minto yang tinggal di Desa Mruwak, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun membuat kompor pengering hasil pertanian bertenaga surya.

Keinginan ini dipicu oleh kenyataan yang diketahuinya bahwa masyarakat p[edesaan yang hidup di kaki Gunung Wilis (Madiun). Sehari-harinya mereka menggantungkan hidupnya mencari kayu-kayu bakar untuk bahan memasak. Padahal hutan jati di wilayah tersebut semakin gundul, karena itu masyarakat harus berjalan kaki sejauh 3,5 hingga 8 kilometer. Tiga tahun sesudahnya, tahun 1991, keberhasilannya tersebut memicu semangatnya untuk berkreasi lagi. Kompor pengeringnya dikembangkan lagi –bisa dimanfaatkan—sebagai antenna parabola.

Kompor pengering milik Minto tersebut bisa berfungsi banyak, bisa mengeringkan hasil pertanian, perikanan (ikan asin dan sebagainya), krupuk, lempeng, emping. Prinsip kerjanya mengubah sinar matahari menjadi panas, yang didasarkan pada pantulan cahaya matahari oleh beberapa keping cermin datar. Keping-keping ini ditata pada kerangka reflector yang bentuknya menyerupai parabola. Bila reflector diarahkan tegak lurus searah datangnya sinar matahari dan semua pantulan akan menuju ke satu titik. Kumpulan sinar pantul ini akan menimbulkan panas amat tinggi. Udara panas tersebut dialirkan lewat rak-rak pengering. Hasil ujicoba alat ini diperoleh suhu panas pad mulut kolektor 57 derajat Celsius, pada rak pertama 51 derajat Celsius dan rak delapan 46 derajat Celsius.

Sementara prinsip kerja antena parabolanya adalah sebagai berikut: kompor pengering tersebut ditambahkan Low Noise Block (LNB), feed horn, receiver, kabel dan pesawat televise. Prinsipnya, reflector yang tegak lurus dengan arah datangnya gelombang elektromagnetik dari satelit akan memantulkan kembali semua gelombang itu menuju ke focus. Kumpulan gelombang tersebut ditangkap LNB yang berlaku sebagai penguat sinyal. Dari LNB ini diteruskan lagi ke receiver lewat kabel untuk dipilih gelombang mana yang diinginkan. Dari reicever dilanjutkan ke pesawat televisi.

Namun, meski ia sudah diakui dan menerima penghargaan sebagai seorang penemu, Minto tetap tak meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang guru. Dia tak ingin berpikir neko-neko karena pekerjaannya yang utama adalah guru. Ya, inilah yang bisa kita petik dari Minto, seorang guru sekaligus penemu kompor pengering hasil pertanian dan antena parabola.

:: Lilih Prilian Ari Pranowo, 30 Tokoh Penemu Indonesia, Yogyakarta: Narasi, 2009 ::

0 komentar:

Post a Comment