Robot "Recycle" Mahasiswa UGM Menangkan Kompetisi "The 13th International Robot Olympiad (IRO) 2011"
Indonesia Revive! -- Dari bahan-bahan recycle dibuat menjadi bahan bermutu tinggi? Hmm... kalau orang tak creative bakal sulit ya? Tapi, di tangan Christian Antonia semua terwujud! Inilah berita tentang kemenangan seorang Christian Antonia, mahasiswa UGM yang memenangkan kompetisi "The 13th International Robot Olympiad (IRO) 2011". Ini merupakan buah karyanya yang lain setelah ia menciptakan alat deteksi tindak kejahatan di ATM.
Tim Boyo Instrument (TBI) Universitas Gadjah Mada, lewat robot terbang (quadcopter) yang bernama Si Pitung dan robot mobil (explorer bot) bernama Paijo berhasil meraih medali emas dalam kompetisi robot “The 13th International Robot Olympiad (IRO) 2011″ yang digelar di Universitas Tarumanegara Jakarta, 15-17 Desember 2011 lalu.Reference: Indonesia Proud
Robot tersebut berhasil menang untuk kategori lomba Creative Robot. Selain itu tim Gamaro UGM dengan robot Joko Klono juga meraih medali perak untuk kategori robot Indonesia. Robot humanoid itu dapat menarikan tarian tradisional khas Yogyakarta, yakni tari Klana Topeng.
“Kami menang karena dua juri dari Cina dan Korsel itu memberikan apresiasi tinggi terhadap ciptaan kami yang menggunakan bahan-bahan recycle atau daur ulang,” kata Christian Antonia, mahasiswa Elektronika dan Instrumentasi (Elins) MIPA, UGM di kampus Bulaksumur (5/1).
Menurut Christian beberapa bahan daur ulang yang digunakan di antaranya kawat alumunium jemuran, rangka baling-baling menggunakan besi tralis jendela serta bahan daur yang ada di sekitarnya. Dengan bahan daur ulang itu dewan juri memberikan nilai lebih kepada tim UGM.
Kelebihan lain dibandingkan tim dari 13 negara lainnya itu lanjut Christian adalah robot menggunakan konsep/model robot baling-baling yang bisa naik turun seperti pesawat heli di kapal induk. Sedangkan peserta lain banyak menggunakan konsep robot darat atau robot air.
“Konsep robot kapal induk itu memang masih jarang dipakai dan dinilai dewan juri sangat murah dari segi bahan yang recycle,” kata Christian didampingi mahasiswa lainnya Andika Pramanta Yudha dan Rossena Karisma Rasul.
Dia mengatakan dalam IRO 2011 itu temanya “Robot for Helping People from Natural Disaster” yang diikuti 13 negara seperti Korsel, China, Malaysia, Kanada, AS, Singapura, Jepang, New Zealand, Filipina dengan 14 kategori.
“Ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi kami, karena ternyata UGM bisa mengalahkan tim lain dari negara-negara lain di dunia,” ungkap Ketua Jurusan Ilmu Komputer dan Elektronika (JIKE) FMIPA UGM, Jazi Eko Istiyanto.
Menurut dosen pembimbing TBI, Ilona Usuman, Quadcopter merupakan robot terbang yang dapat membawa muatan berupa robot mobil. Dua robot ini bisa terbang ke titik-titik bencana dan memantau kondisi di atasnya. “Ide dasarnya adalah bagaimana kita bisa menciptakan robot yang bisa memantau apakah ada korban yang selamat di daerah bencana atau tidak,” jelasnya.
Pada titik bencana robot Quadcopter akan menerjunkan robot mobil yang dapat menelusup di reruntuhan dan mendeteksi keberadaan korban. Selanjutnya robot mengirimkan data lingkungan sekitar berupa suhu, konsentrasi gas beracun dll ke pusat pengendali yang berada jauh dari lokasi bencana. Tim SAR kemudian dapat mengetahui titik lokasi korban dan kondisi lingkungan sekitar.
Dua robot ini didesain untuk mendeteksi korban bencana akibat gempa dan letusan gunung berapi. “Selama ini, upaya penyelamatan korban bencana di Indonesia terkendala cuaca sehingga pesawat terbang biasa tidak bisa menjangkau. Robot ini salah satu solusinya,” kata Ilona.
Anggota TBI, Christina Antonia LP, mengatakan robot itu juga telah memadukan dua sensor sekaligus, yaitu sensor gyro dan sensor akselerometer. Gyro merupakan sensor penyetabil dan refleksi percepatan sudut. Sedangkan sensor akselerometer untuk kontrol kemiringan yang digunakan untuk robot terbang.
“Kita memanfaatkan bahan-bahan murah yang sudah tidak digunakan seperti alumunium jemuran dan teralis jendela untuk badan robot terbang. Selain itu batere yang menggerakkan juga batere jemuran. Hanya sensor elektrik saja yang menurutnya dibeli dari luar negeri,” papar Christina.
Sementara itu Andhika menambahkan bahwa Tim Boyo Instrument (TBI) merupakan gabungan dua program studi S-1 yakni Elektronika dan Instrumentasi (Elins) dan Teknologi Informasi (TI) dengan tiga peserta inti, yakni Rossena Karisma Rasula (Elins), Christian Antonia (Elins) dan Andika Pramanta Yudha (TI) dan enam anggota pendukung yakni Rangga Kurniawan (Elins), M. Zaim Abdillah (Elins), Eviyan Fajar Anggara (Elins), Firdhaus Azhar (Elins), Anggoro Wibisono (Elins) dan Latifah Noor (Elins).
TBI menghabiskan dana sekitar Rp 8,8 juta untuk membuat robot tersebut dan mereka juga tengah berusaha memperoleh hak paten atas karyanya.
0 komentar:
Post a Comment