Tim Indonesia Raih Juara Kontes Pahat Salju di Sapporo, Jepang

Indonesia memang bukan negara yang memiliki musim dingin yang bersalju. Namun, tim pahat salju Indonesia mencetak prestasi yang membanggakan dengan terpilih menjadi juara ketiga dalam The 40th International Snow Sculpture Contest yang berlangsung di Sapporo, Jepang pada 5-8 Februari 2013.

Tiga pemahat Indonesia, yaitu Nyoman Sungada, Ketut Kaler, dan Sapto Hudoyo, yang berasal dari Jakarta dan Bali, mempersembahkan pahatan salju bertema ‘Penari Bali’.

Kontes pahat salju ini diikuti oleh 11 peserta dari berbagai negara, seperti Swedia, Finlandia, Thailand, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. Posisi juara pertama dan kedua tahun ini diraih oleh tim dari Thailand dan Finlandia.

International Snow Sculpture Contest merupakan bagian dari Festival Salju Sapporo, yang telah dilaksanakan sejak 1950. Dalam 4 tahun terakhir, festival salju yang berlangsung 7 hari ini menarik perhatian lebih dari dua juta pengunjung, baik wisatawan mancanegara maupun domestik Jepang.

Berbagai tantangan ditempuh tim Indonesia untuk bisa ikut serta dalam festival di Sapporo. “Kami selalu ingin memberikan yang terbaik di Sapporo. Mengupayakan dana (untuk datang) cukup sulit, apalagi karena kami juga mengikuti kontes di Harbin-China terlebih dahulu, namun saya bangga kepada teman-teman pemahat ini yang tetap berjuang walaupun kondisi yang sulit,” ungkap manajer tim Agustono Gentari.

Tim pahat RI raih juara 3 di China (indonesiaproud wordpress com)

Selama di Sapporo, tiga orang pemahat juga menambah perjuangan mereka untuk melawan cuaca beku dan bahkan badai salju, terutama ketika menjelang hari terakhir kontes.

Cuaca yang cukup berat tampak di hari tersebut, ketika tim bertemu dengan Duta Besar Muhammad Lutfi yang datang untuk mendukung tim Indonesia di Sapporo. Dubes menyampaikan harapan agar Indonesia bisa memanfaatkan festival di Sapporo, terutama untuk promosi kuliner dan wisata, mengingat jumlah pengunjung yang sangat besar.

Sebelum bertemu dengan tim Indonesia, Dubes Lutfi juga mengadakan dialog dengan Konsul Kehormatan Indonesia di Sapporo, Bapak Masatsugu Sasaki, yang meyampaikan kekagumannya atas karya tim Indonesia.

“Saya yakin sekali tim dari Indonesia bisa meraih juara tahun ini. Karya pahat mereka sangat indah,” puji Sasaki.

Pada tahun 2011, tim Indonesia meraih posisi ke-5 dengan pahatan berjudul “Bimasena”, sedangkan pahatan wanita menenun kain Cual pada tahun 2012 membawa tim Indonesia pada posisi ke-6.

Sumber: kbritokyo.jp

Fotografer Ali Lutfi Raih Penghargaan World Press Photo 2013


Fotografer Ali Lutfi dari Solo, Jawa Tengah, mengukir prestasi membanggakan bagi insan jurnalistik Tanah Air dengan karyanya yang berjudul “Mimin” berhasil meraih 2nd prize untuk kategori nature single di ajang penghargaan paling bergengsi bagi fotografer jurnalistik di dunia, World Press Photo.

“Luar biasa, saya sempat terdiam dan tidak percaya,” ujar Lutfi mengungkapkan perasaannya. Lutfi tidak menyangka fotonya terpilih sebagai salah satu foto terbaik tahun 2012 dari 103.481 foto karya 5.666 fotografer yang dilombakan dalam kontes World Press Photo 2013.

Foto Lutfi tersebut merekam seekor monyet yang mengenakan topeng dengan leher dirantai sedang dibawa oleh tuannya. Isu mengenai penyiksaan hewan–dengan dalih apa pun, termasuk untuk pertunjukan atau hiburan lokal–memang sedang hangat dibicarakan di dunia.

Foto yang sederhana karya Upik–panggilan akrab Ali Lutfi–ini memperlihatkan kejeliannya dengan berbagai ragam dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Monyet yang difoto Upik adalah gambaran fenomena dunia hiburan dalam masyarakat yang melibatkan hewan sebagai objeknya.

Menurut Upik, topeng monyet adalah hiburan unik di masyarakat. Namun, di balik itu, ada hal yang ironi dan tragis karena monyet itu harus melewati latihan yang keras untuk meniru tingkah laku manusia.

“Faktor ekonomi bagi pawang atau pemilik monyet itu pun menjadi alasan hiburan ini sampai kini masih ada,” kata pria kelahiran Boyolali, 17 Juli 1976 ini.

Bagi Upik, ini adalah foto kiriman yang kesekian kalinya di ajang foto dunia itu. Dia mengirimkan hasil jepretannya untuk mengikuti ajang lomba foto dunia ini sejak tahun 1999. Dia mulai mengirim karya-karyanya yang masih dalam bentuk cetak. “Saat itu saya masih menggunakan kamera film,” katanya (17 /3).

Fotografi sudah digelutinya sejak di bangku kuliah. Ia mulai menjadi fotografer jurnalistik di Solo Pos. Kemudian, Upik memilih menjadi fotografer freelance dan beberapa tahun terakhir menjadi kontributor Koran Jakarta Globe. Selain lomba-lomba internasional, pria murah senyum ini pun telah beberapa kali memenangi lomba tingkat nasional.

Dia justru mendengar kabar fotonya berhasil mendapat penghargaan World Press Photo dari rekan-rekan sesama fotografer. Hampir semuanya mengatakan “selamat” dan “turut bangga” dengan kemenangan ini, mengingat tak banyak fotografer Indonesia yang berhasil meraihnya.

Dalam catatan, Upik menjadi fotografer Indonesia ketujuh yang meraih World Press Photo.

“Terima kasih atas semuanya kawan-kawan. Semoga fotografi jurnalistik Indonesia semakin berkibar. Thanks to PFI, PFI Solo, dan semua sahabat2 seperjuangan. Kalian hebat,” tulisnya dalam akun Facebook-nya.

Ucapan selamat juga diberikan oleh Kemal Jufri, yang tahun 2011 juga merebut penghargaan World Press Photo.

“Turut bangga melihat fotografer Indonesia kembali berprestasi di ajang foto jurnalistik paling bergengsi di dunia. Selamat untuk Ali Lutfi…,” katanya melalui situs jejaring sosial.