Sanimas: ”Mengelola sampah pada tingkat yang lebih kecil memungkinkan sampah didaur ulang secara optimal...”
"Aktivis lingkungan yang prorakyat, prolingkungan hidup, dan pro-orang miskin ini merupakan penggagas Sanimas (sanitasi oleh masyarakat). Sebuah program pengelolaan limbah yang menggunakaan tangki septic bersusun untuk mengolah semua limbah cair dan tinja dari toilet warga di suatu daerah untuk kemudian diolah menjadi air yang jernih tanpa bau."
Untuk tujuan itu, ia pun memilih pindah ke pulau Dewata, Bali. Dalam bayangannya, Bali sebagai pulau yang telah tersohor ke seantero dunia memiliki sistem penanggulangan sampah sesuai standar dunia. Namun, ia ternyata harus menelan kekecewaan. Bali yang paling banyak dikunjungi wisatawan asing nyatanya memiliki sistem pengolahan sampah yang masih terbilang tradisional. Sampah-sampah yang dihasilkan paling banyak justru dari hotel, restoran, dan penginapan. Buruknya pengelolaan sampah membuat Bali sebagai pulau yang terkenal dengan keindahan alam dan keunikan budayanya, memiliki masalah serius berkenaan dengan kualitas lingkungan serta sanitasinya.
Itulah salah satu yang kemudian membawa Yuyun berkecimpung dalam pelestarian lingkungan. Sejak tahun 1996, ia bertindak sebagai Direktur Eksekutif Yayasan Wisnu Bali yang bergerak dalam masalah pengelolaan sampah. Perempuan kelahiran Bandung, 17 Juni 1964 ini memulai usahanya dengan mendatangi pihak hotel. Kebanyakan hotel berkelas internasional yang mematok harga kamar US$150 semalam hanya menganggarkan sekitar Rp 3.000 sehari untuk mengelola sampah. Padahal di negara asalnya, biaya pengelolaan sampah bisa mencapai US$15 ribu per bulan.
Yuyun kemudian meminta komitmen pihak pengusaha hotel untuk menjadi hotel yang hijau dan bersih. Sampah hotel-hotel yang awalnya dibeli oleh para peternak babi sebagai pakan ternak mereka, belakangan setelah Yuyun melakukan pendekatan, akhirnya sebaliknya, para peternak itulah yang kemudian mengangkut sampah-sampah dari hotel dengan bayaran hingga Rp 6 juta sebulan. Tentu saja, sebelum dibuang, sampah-sampah tersebut dipilah-pilah terlebih dahulu mana yang masih bisa didaur ulang dan mana yang dijadikan pakan ternak.
Usaha Yuyun bukan saja meningkatkan kesejahteraan para peternak babi, namun juga menekan efek buruk sampah bagi kerusakan lingkungan. Karena sampah juga dapat mencemari lingkungan di samping menimbulkan polusi udara, maka Yuyun juga tak lupa mengajari para peternak babi untuk lebih menjaga kesehatan sanitasi.
Gerakan yang dipeloporinya itu hingga kini masih terus berjalan. Meskipun belum sepenuhnya berkomitmen, setidaknya ada sekitar 30 hingga 60 hotel yang mau bekerjasama dalam mewujudkan lingkungan sehat di Bali.
Dalam perjalanan berikutnya, mantan dosen Universitas Trisakti Jakarta ini kemudian mendirikan LSM-nya sendiri yang diberi nama Bali Fokus. LSM yang berdiri pada tahun 2000 ini mempunyai misi untuk menyebarluaskan program pengelolaan lingkungan perkotaan berbasis masyarakat hingga mencapai taraf yang dapat diterapkan di seluruh Indonesia.
Bersama LSM yang dibidaninya, pada tahun 2003 ia kemudian bekerja sama dengan Rotary Club setempat untuk memprakarsai program pengelolaan limbah padat bersama di Gianyar, Bali, tepatnya di Desa Temesi. Dalam program tersebut, penduduk setempat dilibatkan untuk mengoperasikan fasilitas dan lokasi pembuangan akhir. Tak hanya itu, ia juga mengembangkan desentralisasi inisiatif solusi, dengan fokus keluarga pedesaan di wilayah urban Bali maupun kota-kota lain di Indonesia.
Dalam aksinya, ibu dua anak ini membidik para ibu rumah tangga sebagai mitra yang harus diberikan pelatihan untuk meminimalisir volume sampah rumah tangga sebelum diangkut ke pembuangan kota. Program tersebut menurut data terbaru yang diperoleh, melibatkan sedikitnya 500 rumah dan diperkirakan telah mengurangi hingga 50% limbah rumah tangga di desa yang mengikuti program tersebut.
Selain program pengelolaan limbah padat bersama, ia juga menggagas Sanimas (sanitasi oleh masyarakat) pada tahun 2005.
Program pengelolaan limbah menggunakaan tangki septic bersusun itu mengolah semua limbah cair dan tinja dari toilet warga untuk dialirkan ke sana lalu diolah menjadi air yang jernih tanpa bau. Air hasil pengolahan limbah dan tinja tersebut kemudian dapat dipergunakan kembali untuk menyiram tanaman dan memelihara ikan.
Adapun limbah padat ditampung di tempat khusus. Dengan program itu, beban hidup warga sedikit bisa diringankan karena tidak perlu membangun tangki septic sendiri, cukup dengan membayar iuran bulanan sebesar Rp5.000.
"Program pengelolaan limbah menggunakaan tangki septic bersusun itu mengolah semua limbah cair dan tinja dari toilet warga untuk dialirkan ke sana lalu diolah menjadi air yang jernih tanpa bau. Air hasil pengolahan limbah dan tinja tersebut kemudian dapat dipergunakan kembali untuk menyiram tanaman dan memelihara ikan."
Di tahun yang sama, agar dapat menjalin hubungan dengan lebih banyak LSM dan masyarakat, penerima penghargaan Goldman Environmental Prize 2009 itu melebarkan sayap dengan Jaringan Bebas Racun Indonesia. Hal itu dilakukan untuk mencegah penyebaran bahan-bahan beracun dari pembakaran sampah, pestisida, dan logam berat seperti merkuri.
Dengan berbagai persoalan lingkungan yang dihadapi negeri ini tiap harinya, ia tahu perjalanannya masih panjang. Bahkan mungkin setiap detik ada saja masalah yang berkenaan dengan kelestarian lingkungan. Mulai dari usia bumi yang kian hari kian menua, sampai pada perilaku buruk manusia sebagai penghuninya. Namun, ia tak mengenal kata lelah dalam melakukan tindakan nyata dan mengaspirasikan pentingnya kelestarian lingkungan bagi kehidupan anak cucu manusia di masa mendatang.
Sumber
0 komentar:
Post a Comment