Sebelum Merdeka Pun, Indonesia Sudah Bisa Produksi Pesawat

Indonesia Revive! -- Indonesia sejak 1940-an Indonesia telah mampu memproduksi pesawat secara mandiri. Baik komponen maupun desain dibuat di dalam negeri.
Dudi Sudibyo, pengamat penerbangan menyontohkan dibuatnya Pesawat RI-X pada 1948. Pesawat tersebut dibuat dengan mesin yang sudah bermotor 350 CC mesin Harley. Sebelumnya 1946 ada pesawat layang yang bernama Zogling, desain diambil dari Jerman, namun dirakit di Indonesia.

“Kemudian ada M-219 yang 100% buatan Indonesia. Pesawat seperti ini yang harus diperbanyak karena mampu terbang ke daerah terpencil. Semoga ke depannya kita bisa memproduksi sendiri hingga ke komponennya,” tutupnya. (OL-11)

Reference: indonesiaberprestasi

Interview With Medina Warda Aulia

Indonesia Revive! -- Indonesia kini memiliki pecatur-pecatur ulung yang kemampuan bisa diasah. Karena selain memiliki talenta, mereka juga memiliki usia yang masih belia. Salah satu pecatur muda berbakat yang dimiliki Indonesia adalah Medina Warda Aulia. Kita tahu bahwa Medina adalah juara di Singapore International Chess Championship 2011. Nah, ada empat pertanyaan yang diajukan oleh redaksi Indonesia Revive!

1. Prestasi catur apalagi yang telah anda raih selain Singapore International Chess Championship 2011?
Banyak. Selain Singapore International Chess Championship 2011, beberapa gelar yang bisa aku sabet adalah gelar juara dunia antarpelajar 2008, juara nasional KU-10 2007, dan merebut medali emas di APPSO ASEAN 2007.

2. Inspirasi anda bermain catur?
Boneka barbie. Waktu kecil itu adalah permainan favoritku. Karena bagi aku, barbie sama kayak catur, yang bisa disusun menyerupai raja dan ratu di sebuah kerajaan.

3. Berapa jam sehari anda berlatih?
1 jam per hari.

4. Apakah menjadi atlet catur sulit?
Sulit.

Mantan Tukang Cuci, Raih Sukses di Las Vegas

Hujan emas di negeri orang, tak seenak hujan batu di negeri sendiri. Itulah yang dirasakan Rudi Suparto, pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur, yang punya usaha dan tinggal di Las Vegas, Amerika Serikat. Rudi adalah pemilik Wok Express, restoran cepat saji, yang terletak di jalan utama kawasan kasino, Las Vegas.

Gemerlapnya Las Vegas ternyata tak menyurutkan kerinduan Rudi untuk kembali ke Indonesia. “Ternyata lebih enak hidup di sana,” katanya, belum lama ini.

Bagi Rudi hidup di AS bukan hal mudah. Saat menginjak di negara itu pada 2005, mantan sales manajer ini tak bisa berbahasa Inggris. Akibatnya ia hanya bekerja sebagai tukang cuci piring. “Sedih sekali,” katanya.

Namun, kondisi seperti itu tak membuat Rudi sedih. Hal itu justru dijadikan pelajaran. Hasilnya ia tahu cara memasak dan seluk beluk restoran.

Ibarat kacang tak lupa kulitnya, selama di AS Rudi membantu sesama imigran. Semua karyawannya orang Indonesia, hanya kokinya warga Cina. Rudi berencana menghabiskan masa tuanya di Indonesia. Karena itu dia selalu berbahasa Indonesia dengan anak-anaknya, supaya bahasa ibunya tetap terjaga. (IAN)

Reference: Indonesia Berprestasi

Interview With Daniel Rudi Haryanto

Indonesia Revive! -- Daniel Rudi Haryanto merupakan salah satu sutradara berbakat Indonesia. Lewat filmnya berjudul Prison and Paradise, ia berhasil mendapatkan penghargaan Director Guild of Japanese Award. Prestasi yang sangat menggembirakan bagi negara kita, Indonesia. Ia pernah masuk dalam industri perfilman indonesia, bersama tokoh-tokoh film ternama Indonesia, seperti Garin Nugroho dan Riri Riza. Sekitar tahun 2010, ia menuntaskan film dokumenter yang sudah dirisetnya selama tujuh tahun. Hasilnya? Sambutan luar biasa di berbagai festival film ternama dunia.

Dalam kesempatan kali ini, redaksi Indonesia Revive! berhasil mewawancarai mas Daniel Rudi Haryanto yang baik via Facebook terkait filmnya dan pandangannya tentang Indonesia. Berikut hasil wawancara tersebut:


1. Mengapa memilih judul Prison and Paradise? Apa filosofi di baliknya?
Judul Prison and Paradise saya pilih karena latar belakang peristiwa Bom Bali 1 yang terjadi di Pulau Bali, pada 12 Oktober 2002. Dari hasil riset saya menemukan fakta yang terjadi pada korban, keluarga korban, pelaku dan keluarga pelaku. Paradigma Surga dan Penjara itu menjadi sumir, bergantung pada perspektif masing-masing subyek. Bagi Korban, para pelaku bertujuan mencari Surga, tetapi bagi keluarga korban, para pelaku pantas mendapat ganjaran hukuman setimpal, Sementara itu bagi para pelaku, penjara adalah tiket mereka ke Surga.

2. Mengapa memilih tema film ini?

Tema film adalah dampak serangan bom bunuh diri terhadap para pelaku, keluarga pelaku dan keluarga korbannya. Saya mengambil tema ini karena temuan di dalam riset, bahwa para pelaku melakukan serangan bom bunuh diri karena pembelaan mereka terhadap umat Islam, tetapi korbannya adalah dari kalangan umat Islam juga. Ini menjadi persoalan bagi lingkungan kita hari ini, bahwa ideologi dan penerapan ideologi selalu berbenturan dengan realitas korban yang seringkali menjadi subyek yang harusnya dibela.


3. Apa yang anda harapkan dari film ini?
Saya membuat film ini bertujuan untuk membuka diskursus, yaitu pembahasan-pembahasan yang lebih maju lagi, bahwasanya terorisme tidak sekedar kasus penerapan kekerasan dalam lingkungan sosial, akan tetapi menjadi pekerjaan rumah, sebab pasca serangan bom bunuh diri, banyak pekerjaan rumah yang ditanggung oleh lingkungan sosial, negara, pemerintah setiap pihak termasuk para ulama dan umat secara keseluruhan, tidak hanya pada satu organisasi agama terntentu, akan tetapi setiap institusi agama. Hari ini kita dihadapkan pada perspektif sempit tentang terorisme tetapi seringkali tidak mampu keluar dari ruang sempit perspektif itu untuk melongok realitas yang terjadi pada keluarga, anak-anak dan lingkungan sosial keluarga korban dan keluarga para pelaku, Dengan adanya pembahasan-pembahasan tersebut akan didapatkan gagasan-gagasan untuk terlibat untuk mencari solusi.

4. Film apa lainnya yang sedang anda buat?
Saya sedang mempersiapkan film bersama Indonesia Corruption Watch (ICW)

5. Bisa cerita profil mas Daniel sedikit saja?

Profil saya? Saya lahir 17 April 1978, besar di lingkungan keluarga plural. Saya anak nomer 4 dari 5 bersaudara. Kakak-kakak saya sebagian adalah aktifis pergerakan Islam (Pelajar Islam Indonesia dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia). Sementara anggota keluarga saya yang lain adalah pemeluk agama Kristen.

Saya tumbuh dalam ruang-ruang diskusi dan pertemuan berbagai aliran pemikiran. Dari Marxis hingga kajian-kajian Islam. Dari sinilah saya tumbuh, Sewaktu SMA saya ditangkap aparat Orde Baru dan dikeluarkan dari Sekolah Menengah Seni Rupa Yogyakarta karena mengkritisi kebijakan pendidikan pemerintah Soeharto yang saat itu menteri P dan K adalah Wardiman Djojonegoro.

Karena sempat di blacklist, Saya melanjutkan ke SMA biasa (Persamaan) dan lulus. Lalu melanjutkan kuliah di IKJ (Institut Kesenian Jakarta fakultas Film dan Televisi,) saya mengambil jurusan Dokumenter.

Sambil kuliah saya mendirikan kelompok studi film CINEMA SOCIETY, Lembaga kajian sinema Indonesia. Menerbitkan majalah Sinema Society dan menyelenggarakan workshop film secara independen (1999-2005).

Lulus dari FFTV IKJ tahun 2005 dan kemudian bekerja di ranah produksi film sebagai sutradara Behind The Scene film-film Indonesia bersama Riri Riza, Garin Nugroho, Teddy Soeriyaadmaja, Rako Prijanto, Affandi Abdulrahman, Djenar Mahesa Ayu, Nia Dinata dan sineas Indonesia lainnya.

Setelah 5 tahun di dunia "Industri Film" saya memutuskan untuk menyelesaikan film saya yang telah saya riset selama 7 tahun berjudul PRISON AND PARADISE, Film ini disambut di berbagai festival internasional di Dubai, India, Korea Selatan, Roma, Canada dan Jepang. Di Yamagata International Documentary Film Festival 2011 saya mendapat anugerah Director Guild of Japan Award.

6. Boleh tanya pendapat anda: menurut anda, bagaimana kondisi Indonesia saat ini?
Pendapat saya tentang kondisi Indonesia saat ini? Saya mendapat kesempatan melakukan perjalanan ke berbagai festival film internasional.

Dari ranah hijrah itulah saya melongok Indonesia. Memang memprihatinkan, Indonesia hanya dikenal sebagai Negara teroris, korupsi dan Tenaga Kerja Murah.

Ketika kembali ke Indonesia saya berada dalam realitas Indonesia itu, Ini semakin membuat saya prihatin namun sekaligus mencambuk diri saya untuk terus berkarya lebih baik lagi, sebab saya sadar tidak mungkin berharap pada situasi negeri ini, saya berharap pada diri sendiri, Lebih keras lagi berpikir dan giat kerja dengan mempersiapkan karya-karya baru.

Menjadi bagian dari pergaulan internasional dan membawa nama baik Indonesia. Tentu ini kerja berat, tetapi bukan berarti tidak bisa. Dengan prestasi di Jepang dan berbagai festival film itu, saya merasa sebagai langkah awal dan Saya yakin bisa melanjutkannya.

7. Apakah indonesia bisa menjadi negara maju? Jelaskan.

Indonesia memiliki kesempatan besar menjadi negara maju. Tahun 1975 kita sama dengan Korea Selatan, Pasca perang dunia ke dua kita sejajar dengan negara-negara bekas jajahan dan negara-negara yang kalah perang.

Indonesia tidak hanya memiliki kekayaan alam namun juga sumber daya manusia. Ini mesti dikelola secara baik. Untuk mengelolanya butuh pemimpin yang cerdas, progresive dan bijak. Namun lebih penting lagi adalah kesadaran manusia Indonesia, Terutama kesadaran kolektif yang berangkat dari diri sendiri untuk memacu kemauan maju dan kerja keras, seperti Manusia Jepang dan Korea Selatan, dengan berkarya menurut bakat masing-masing.

Teramat banyak pekerjaan rumah di hadapan manusia Indonesia, harus satu satu dikerjakan. Dan itu memulainya dari diri sendiri. Saya belajar itu dari sejarah. Catatan sejarah menyampaikan riwayat tokoh-tokoh, semisal Tan Malaka, ia memiliki kecerdasan yang luar biasa dan membuktikan bahwasanya manusia Indonesia yang makan tempe mampu berdebat di forum Komintern (Komunis Internasional) berdebat dengan Trotsky, ada lagi Hatta, ia mampu membawa kemenangan-kemenangan diplomasi menghadapi kepentingan negara-negara imperialis, ada Soekarno yang menggelorakan jiwa Kebangsaan menjadi Indonesia, ada Mbah Maridjan yang setia pada amanat dan tugas kebudayaan, ada jendral Soedirman yang ahli di bidang gerilya hingga Nasution dan Vietkong belajar strategi gerilya tentara Indonesia.

Saya rasa ini dulu jawaban dari saya mas.
Jika ada pertanyaan lagi silahkan diajukan...

Terimakasih atas perhatian dan apresiasi anda

Salam dan selamat berkarya.

Daniel Rudi Haryanto

J-430, Pesawat Pertama Rakitan Pelajar SMKN 12 Bandung

Indonesia Revive! -- Para pelajar SMKN 12 Bandung berhasil merakit pesawat terbang Jabiru atau J-430. Saat ini, pesawat tersebut sudah siap terbang, tinggal menunggu izin terbang dari Kementerian Perhubungan.

Pesawat berkapasitas empat penumpang itu kini terparkir di lapangan tengah SMKN 12 Bandung di Jalan Padjdjaran. Bodi pesawat mirip pesawat latih itu dilapisi cat putih dengan polet biru merah.

Warna cat masih mengkilap karena pesawat tersebut baru selelasi dirakit pada Juni 2011 lalu. Di bagian depan pesawat dekat baling-baling ada tulisan SMKN 12 Bandung.

“J-430 ini pesawat terbang pertama rakitan anak SMK di Indonesia,” kata Muhammad Rifai, Ketua Kopetensi Keahlian Konsentrasi Rangka Pesawat Udara SMKN 12 Bandung kepada okezone, Selasa (10/1/2012).

Rifai yang juga guru SMK 12 itu menjelaskan, perakitan pesawat yang melibatkan siswa-siswi SMK tersebut didanai Direktorat Pembinaan Sekolah Mengenah Kejuruan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Di Indonesia, ada dua SMK yang dimodali untuk merakit pesawat terbang kecil, yakni SMK 29 Jakarta dan SMK 12 Bandung. “Yang beres duluan merakit di sini. Sebelumnya, belum ada di SMK lain yang merakit pesawat terbang,” ucapnya bangga.

Saat okezone bertandang ke sekolah, mesin pesawat dinyalakan. Baling-baling berputar dan semua mesin bekerja mengindikasikan Burung Besi itu sudah siap terbang.

“Untuk uji coba terbang, kita belum bisa karena belum dapat izin dari Kemenhub. Sekarang izinnya masih dalam proses. Seharusnya Desember kemarin sudah keluar, tapi hingga sekarang belum ada kabar lagi,” timpal Tedi Rosadi, guru SMK 12 yang juga koordinator perakitan pesawat terbang.

Reference: Kompasiana

“Berobat, Cukup 2000 Rupiah Saja”

Indonesia Revive! -- Posting ini merupakan artikel saduran yang kami ambil dari Kompasiana. Saya begitu tersentuh waktu membacanya. Tak ada yang bisa saya katakan.
Malam itu, ruang tunggu praktik dokter di Apotek Sakura, Abepura, Jayapura terlihat begitu ramai disesaki oleh para pasien. Meski tidak semua pasien kebagian tempat duduk, tetapi mereka tetap setia antri meski harus duduk di teras apotek. Bagi mereka berobat ke dokter FX. Sudanto adalah pilihan tepat. Selain ongkos praktiknya yang sangat murah, obat yang diberikan juga cocok bagi para pasiennya.

FX. Sudanto yang telah berusia 70 tahun telah mengabdikan dirinya sebagai dokter pelayan masyarakat sejak lebih dari 30 tahun yang lalu. Semenjak ia lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Sudanto yang asli dari Kebumen Jawa Tengah ini langsung mendaftarkan dirinya sebagai dokter Inpres di Departemen Kesehatan. Saat itu ia sebagai dokter muda diberi pilihan bertugas, diantaranya Irian Jaya (sekarang Papua), Kalimantan, dan Timor Leste. Dari ketiga pilihan itu, Sudanto akhirnya memilih praktik di Irian Jaya. “Saya lebih memilih yang jauh sekalian,” katanya. Kemudian ia ditempatkan di wilayah Suku Asmat. Selama 6 tahun bertugas di wilayah Suku Asmat inilah Sudanto hatinya terenyuh melihat kehidupan masyarakat Suku Asmat yang masih primitif dan hidup di bawah garis kemiskinan. Setelah selesai bertugas di wilayah Suku Asmat, Sudanto pun kembali ke Jayapura dan bekerja di Rumah Sakit Jiwa Abepura.

Selain itu ia juga diberi izin untuk buka praktik dokter umum di Rumah Sakit Umum (RSU) Abepura. Meskipun demikian, ia yang telah lama bertugas di daerah pedalaman tidak sampai hati mematok tarif praktiknya mengikuti “pasaran” dokter-dokter di kota. Tapi Sudanto memasang tarifnya sendiri yang ia rasa sangat terjangkau bagi masyarakat Abepura. Pertama kali buka praktik, Sudanto hanya menerima bayaran 500 rupiah atas jasanya. Dan hingga saat ia tetap memasang tarif praktik yang sangat terjangkau bagi masyarakat Abepura, yaitu 2.000 rupiah untuk orang dewasa dan 1.000 rupiah untuk anak-anak dan mahasiswa.

Kepedulian pada masyarakat tidak mampu dan ikrarnya pada sumpah dokter membuat Sudanto tak lagi berkeinginan membuka praktik di rumah sakit swasta ataupun menaikkan tarif jasa praktiknya. “Saya memang tidak mendahulukan materi, karena seorang dokter harus mendahulukan kepentingan orang banyak,” katanya.

Dicintai Masyarakat
Sore itu, saat saya tiba di rumahnya yang sederhana di Kabupaten Abepura, dr. Sudanto tampak sangat bersahaja dengan pembawaannya yang tenang. Namun begitu mendengar percakapan Abdul Azis, dokter Sudanto tiba-tiba menitikkan air mata. Ia terharu tatkala Abdul Azis pria asal Sulawesi ini menceritakan kalau putrinya yang terkecil pernah tak kunjung sembuh walau telah berobat ke banyak dokter, tetapi langsung pulih setelah ditangani oleh dokter Sudanto. “Meskipun obatnya generik, tapi ampuh mengobati penyakit anak saya,” kata Azis senang.

Bagi dokter Sudanto yang telah puluhan tahun mengabdikan dirinya di masyarakat, bertemu dengan mantan-mantan pasiennya yang telah pulih adalah kebahagiaan yang tak ternilai dengan uang. Menurutnya melihat masyarakat sehat dan bahagia adalah harapan yang selalu ia idam-idamkan. Karena itulah selama puluhan tahun ini ia tidak berkeinginan menyetarakan tarif praktiknya dengan dokter-dokter umum lainnya. Ia tetap berpegang teguh pada keyakinannya, yaitu mengabdikan diri di masyarakat, memajukan masyarakat, dan menanamkan sikap jujur pada masyarakat. Meskipun kedengarannya sulit tapi dokter Sudanto tetap percaya kalau di balik masyarakat yang sejahtera ada kesehatan yang baik. Dan di balik masyarakat yang maju ada sebuah kejujuran– jujur pada diri sendiri dan jujur pada orang lain. “Yang saya cari adalah berbuat baik bagi banyak orang, bisa memberi ketenangan bagi masyarakat, dan menemani mereka. Buat saya materi adalah cukup untuk membeli lauk pauk,” ungkapnya.

Karena ketulusannya dalam melayani masyarakat inilah akhirnya banyak masyarakat Abepura mengenal dirinya dan menghormatinya sebagai orang yang dituakan. Bahkan banyak diantaranya yang memandang dokter Sudanto lebih dari sekadar dokter, tapi sudah menjadi bagian dari keluarga. “Dia ini (dokter Sudanto) adalah dokter “ahli jiwa”. Dia tidak cuma bisa mengobati sakit fisik tapi juga jiwa masyarakat sini. Kita orang sangat sayang padanya. Maka kita orang tidak pernah kasih dokter pulang lama-lama ke Jawa,” kata salah satu pasiennya.

Dari kontribusinya pada masyarakat inilah akhirnya Universitas Gajah Mada (UGM) memberikan piagam penghargaan kepadanya sebagai alumnus berprestasi kategori pengabdian di daerah miskin/terpencil pada 2009 lalu. Namun bagi Sudanto penghargaan dari instansi bukanlah sesuatu yang ia kejar. Menurutnya yang sangat ia impikan adalah benar-benar menjadi dokter yang baik di tengah-tengah masyarakat. “Saat saya dinobatkan sebagai dokter saya sudah berkeinginan hanya ingin menjadi dokter yang baik. Saya tidak berpikir untuk harus mencari banyak uang, tetapi saya hanya berpikir bagaimana masyarakat harus sembuh. Karena dokter harus menolong dan mendedikasikan dirinya untuk masyarakat. Itu saja keinginan saya,” tegasnya.

Reference: Kompasiana

Indonesia Lebih Fashionable dan Punya Keragaman Budaya Fashion Unik

Indonesia Revive! -- Selain letak negara yang bertetangga, Indonesia dan Thailand juga memiliki kebudayaan yang tak berbeda jauh, terutama dalam selera fashion-nya. Hal ini rupanya disadari oleh desainer muda Thailand, Thawit Tangtien, yang sukses mengangkat label fashion G.L.A.M.

“Meski punya style fashion yang hampir sama, tapi menurut saya Indonesia lebih fashionable dan punya banyak keragaman budaya fashion yang unik,” ungkap Thawit Tangtien.

Sebagai seorang desainer, Thawit sangat mengagumi rasa nasionalisme yang dipadukan dengan nilai seni dan fashion yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. “Berbagai koleksi batik Indonesia merupakan salah satu kreasi yang mengagumkan untuk saya. Selain kualitas bahan, nilai seni dari goresan motifnya, dan keunikan model busananya sendiri juga sangat beragam dan indah-indah,” tambahnya.

Keberagaman motif, warna dan corak kain batik yang berbeda di tiap daerah diakui Thawit juga sangat unik dan menarik untuk dieksplorasi lebih jauh.

Meski mengaku menyukai style dan busana ala Indonesia, Thawit sendiri mengakui bahwa  Thailand juga memiliki beragam kain dan kebudayaan tradisional yang sangat banyak dan unik, hanya saja belum sepopuler penggunaan batik di Indonesia.

“Ini yang saya akan coba contoh dari Indonesia, untuk mulai berkreasi dengan berbagai kekayaan fashion di Thailand agar Thailand punya ciri khas fashion-nya sendiri yang bernilai tradisional seperti Indonesia,” tambahnya.

Untuk menunjukkan rasa ketertarikannya pada batik khas Indonesia, perancang muda berusia 25 tahun ini merasa sangat tertantang untuk berkreasi dan menciptakan berbagai model busana dari batik Indonesia dengan style-nya sendiri.

“Dalam beberapa waktu ke depan, saya ingin bereksperimen dengan batik-batik Indonesia yang dipadukan dengan style yang modern, namun tetap terlihat simpel dan elegan,” tukasnya antusias.

Reference: Kompas.com