Tim Emprit Melawan Tim Elang

"Indonesia hebat kalau bisa masukin saja satu gol ke gawang AC Milan," begitu kata saya pada bapak saya yang termangu-mangu di depan televisi, kemarin, tanggal 4 September 2011.

Ya, kami berdua di rumah, dan tentu saja banyak orang di luaran sana, menonton televisi. Menonton mereka-mereka yang tergabung dalam tim Indonesia All Star melawan AC Milan Glorie. Tidak panas-dingin seperti biasanya timnas lalu-lalu melawan Malaysia atau melawan Iran sebelumnya. Saya sedikit biasa saja hatinya.

Indonesia All Star vs AC Milan Glorie, 4 September 2011, Senayan, Jakarta.

Saya suka Indonesia mengadakan acara seperti ini. Selain bertujuan untuk menggalang dana, memajukan motivasi juga. Khususnya, timnas Indonesia sekarang ini. Di mana, mereka semua -- yang tergabung dalam timnas Indonesia All Star -- ingin membuktikan kepada seluruh penduduk Indonesia bahwa mereka masih tetap gaek. Garang. Dan menembus gawang Dida. Walaupun skor akhir 5-1 untuk AC Milan. Tetep. Tapi, bagi saya, walaupun tak menang, perolehan satu angka ini berarti dibanding tak meraih gol sama sekali.

Saya masih ingat bagaimana para striker kawakan Indonesia, berupaya menembus pertahanan AC Milan yang digawangi oleh Fransesca Baresi, Rocky Junior, dll. Bukan hasil akhirnya. Tapi, prosesnya dalam berupaya itu yang patut diacungi jempol. Tak mudah para striker Indonesia untuk menembus pertahanan tersebut. Di samping, karena "kelas" dan teknik yang sudah mumpuni, secara fisik para pemain Indonesia kalah. Yah, mungkin lain soal jika kita bicara soal Jepang atau Korsel ya.

Saya kok kemudian terpikir ya. Jika semua orang Indonesia itu berupaya sekuat tenaga, dibarengi ilmunya, tentu akan berhasil meraih apa yang diimpi-impikan. Ini menarik. Kenapa? Ternyata bukan masalah kemampuan juga kita berhasil, tetapi ada satu hal yang dilupakan: keberanian. Hayo coba pertanyakan diri kita masing-masing, seberani apa kita untuk menjadi besar? Menjadi lebih baik dari kemarin? Menjauhkan pandangan?

Sehingga, biarpun kita kalah dalam pertandingan kita kalah dalam keberanian melawan. Bukan terdiam dalam kubangan. [Chucky]

Chucky | Owner Cerita Tengah Malam

“Konsep A”: Rancang Biru Desain Mobil Daihatsu Karya Dua Pemuda Indonesia

Logo Daihatsu
Mark Wijaya dan Isa Nova adalah dua orang Indonesia yang sukses menelurkan sebuah desain mobil yang kemudian digunakan sebagai prototipe produk mobil sebuah perusahaan otomotif terkemuka di Jepang, bernama Daihatsu Motor. Hal itu terkuak setelah PT Astra Daihatsu Motor, cabang Daihatsu Motor di Indonesia, memperkenalkan rancangan produk masa depan mereka yang disebut “Konsep A” dalam gelaran Indonesian International Motor Show 2011 (IIMS) di Kemayoran, Jakarta pada 22-31 Juli 2011.

Pada event IIMS yang telah terselenggara ke-19 kali itu, stand Astra Daihatsu Motor memamerkan “Konsep A” sebagai salah satu produk mobil andalan mereka di masa datang, dengan menekankan pada nuansa modern namun tetap ramah lingkungan dan irit BBM. Pengerjaan konsep mobil hasil desain dua teknisi Indonesia tersebut sebenarnya telah mulai berjalan sejak Desember 2010, dengan fokus pengerjaan prototipe sepenuhnya dibuat di Jepang.

Isa Nova sebagai Styling Designer Product Planning Department mengungkapkan bahwa rancangan mobilnya ini sangat sesuai untuk keluarga Indonesia. “Kami menawarkan konsep baru bagi masyarakat Indonesia, dengan menggabungkan tiga elemen, yaitu: sporty, mewah, dan terjangkau”, terang Nova. Nova yang sejak kecil suka menggambar mobil ini pun sangat bangga karena hasil rancangannya ternyata dapat masuk menjadi salah satu produk Daihatsu. “Pekerjaan ini dimulai dari sebuah kesenangan, hingga bisa membuat mobil sungguhan merupakan kesenangan tersendiri”, ungkapnya.

2-3 tahun mendatang, rancang biru Daihatsu Mark dan Isa akan dipasarkan.

Astra Daihatsu Motor rencananya akan melempar mobil rancangan Mark Wijaya dan Isa Nova ke pasar dengan menyasar masyarakat kalangan menengah, dengan didukung tawaran harga yang relatif murah. Namun publik Indonesia nampaknya masih harus lebih bersabar, karena Daihatsu Motors yang berkantor pusat di Osaka itu telah menjadwalkan pemasaran produk mereka dalam waktu 2-3 tahun lagi untuk pasar lokal Indonesia.(st)

Dikronik dari SaudaraTua

Nb. Judul Diganti dari sumber aslinya.

Shirley Yoanita Susilo; Mangaka Indonesia yang Berkibar di Kancah Internasional

Siapa bilang manga identik hanya Jepang? Buktinya, Shirley Yoanita Susilo – orang Indonesia niy – berhasil masuk dalam jajaran mangaka kelas dunia.

Adalah “Sang Sayurmanga karya Shirley Yoanita Susilo tersebut yang berhasil tembus dalam 19 besar karya terbaik pada ajang The International Manga Award 2007 yang diikuti oleh 146 karya manga dari 26 negara. Sang Sayur menceritakan tentang kehidupan sehari-hari aneka buah dan sayuran dengan problematika laiknya manusia. Karakter yang diusung: bawang putih, tomat, strawberi, rumput laut, buah naga, dan petai. Dan cerita ini dimuat bersambung dalam majalah Splash (majalah khusus manga seperti Shonen Jump).

“Ciri khas dan karakternya lokal Indonesia, sudah saatnya memberikan identitas pada komik Indonesia yang beraliran manga,” pungkas Shirley.


Shirley Yoanita Susilo, mangaka yang berkiprah di kancah international.

Jelas… ini bukan pencapaian (prestasi) yang mudah diraih. Dan seharusnya menjadi kebanggaan kita bahwa ada anak Indonesia yang tembus prestasinya sampai keluar negeri. Bukti lagi, bahwa Indonesia bukan bangsa tempe. [Lilih Prilian Ari Pranowo]

Lilih Prilian Ari Pranowo | Owner Catatan Lilih & Admin IndonesiaRevive!

Opal dari Kabupaten Lebak, Permata Terbaik Kelas Dunia

Merawikan pelbagai sumber, redaksi Indonesia Revive! berhasil merangkum satu lagi kelebihan tanah air kita: Indonesia, dibanding negara-negara lain. Apakah itu?

Batu permata itu disebut dengan batu permata kalimaya, atau dikenal dengan opal dari Kabupaten Lebak. Keistimewaan batu permata ini adalah seluruh dunia mengenalnya sebagai pertama terbaik kelas dunia, dibandingkan dengan milik Australia atau Amerika Latin. Kelebihan opal Kabupaten Lebak ada pada warna yang tak bisa lenyap, selalu saja bisa memesona dengan aneka warna, seperti hitam, cokelat, kuning ungu, biru, dan pelangi.

Nong, seorang kolektor opal asal Rangkasbitung, mengatakan bahwa kalimaya memiliki pelbagai warna, di antaranya Putih, Kristal Hijau, Kristal Pelangi, Kristal Hijau, Teh dan Kopi, Pelangi, Kristal Susu, dan lain-lain.

Semua jenis warna kalimaya memiliki daya tarik tersendiri juga pancaran warna pelangi dapat berubah-ubah. Itulah kelebihan permata asal Lebak,” tukasnya.

Batu kalimaya.

Harga satu buah batu Kalimaya? Bisa sampai puluhan juta. “Kami pernah menjual batu kalimaya yang sudah berkembang warnanya dijual Rp40 juta,” kata Lili, pedagang batu kalimaya di Rangkasbitung.

Soalnya untuk mendapatkan batu ini tak mudah. Dibutuhkan penggalian berkilo-kilo meter jauh ke dasar bumi. Caranya pun masih tradisional, menggali sampai dalam. Jika terdapat batu kalimaya di bawah tanah maka terlihat pancaran sinar,” pungkas Nong.

Inilah tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Kata Koes Ploes. [Lilih Prilian Ari Pranowo]

Lilih Prilian Ari Pranowo | Owner Catatan Lilih & Admin IndonesiaRevive!

Kereta Angin Anak Negeri Melancong Keliling Dunia

Hal yang simple sekalipun, kalau dikerjakan dengan ketekunan dan kerajinan, belum tentu hasilnya mengecewakan.

Cerita yang diangkat kali ini adalah tentang kereta angin.

Apa itu kereta angin?!

Sepeda.

Ada apa dengan sepeda?

Hmm, mungkin biasa ya. Tapi kemampuannya untuk menembus pasar global yang tak mudah patut diacungi dua jempol. Butuh kegigihan - kekuatan luar biasa ekstra dan kenekatan! yang tak sedikit untuk bisa berada di tengah-tengah pasar global.

Di bawah bendera United Bike, kereta angin besutan anak negeri berhasil tembus di pasar global. Dan menurut berita yang berhasil kami rangkum sepeda bermerek United Bike belum tentu kalah dengan sepeda Fixie yang lagi ngetren. Bedanya mungkin cuma produsennya, Indo dan luar negeri.

Tampilan website United Bike.


Lagi-lagi data-data yang berhasil redaksi Indonesia Revive! seseti dari pelbagai narawarta membuktikan bahwa potensi dan daya saing Indonesia tak kalah dengan luar negeri. Membanggakan dan bisa memacu kaliankah? Atau ya sudahlah? Semua berpulang kepada Anda sekalian.

Jadi, bila Anda sedang melancong ke luar negeri, dan melihat orang-orang bule meng-goes sepeda, cobalah iseng-iseng memperhatikan mereknya. Siapa tahu, itu adalah kereta angin buatan anak negeri sendiri yang sedang melancong di sana… hahaha [Lilih Prilian Ari Pranowo]

Lilih Prilian Ari Pranowo | Owner Catatan Lilih & Admin Indonesia Revive!

Peter Firmansyah: Lewat Petersaysdenim Menembus Dunia

Sewaktu masih duduk di bangku SMA, Peter Firmansyah, pria kelahiran Sumedang 4 Februari 1984, terbiasa mengubek-ubek tumpukan baju di pedagang kaki lima. Kini, ia adalah pemilik usaha yang memproduksi busana yang sudah diekspor ke beberapa negara.

Tak butuh waktu relatif lama. Semua itu mampu dicapai Peter hanya dalam waktu 1,5 tahun sejak ia membuka usahanya pada November 2008. Kini, jins, kaus, dan topi yang menggunakan merek Petersaysdenim, bahkan, dikenakan para personel kelompok musik di luar negeri.

Sejumlah kelompok musik itu seperti Of Mice & Man, We Shot The Moon, dan Before Their Eyes, dari Amerika Serikat, I am Committing A Sin, dan Silverstein dari Kanada, serta Not Called Jinx dari Jerman sudah mengenal produksi Peter. Para personel kelompok musik itu bertubi-tubi menyampaikan pujiannya dalam situs Petersaysdenim.

Pada situs-situs internet kelompok musik itu, label Petersaysdenim juga tercantum sebagai sponsor. Petersaysdenim pun bersanding dengan merek-merek kelas dunia yang menjadi sponsor, seperti Gibson, Fender, Peavey, dan Macbeth.

Peter memasang harga jins mulai Rp 385.000, topi mulai Rp 200.000, tas mulai Rp 235.000, dan kaus mulai Rp 200.000. Hasrat Peter terhadap busana bermutu tumbuh saat ia masih SMA. Peter yang lalu menjadi pegawai toko pada tahun 2003 kenal dengan banyak konsumennya dari kalangan berada dan sering kumpul-kumpul. Ia kerap melihat teman-temannya mengenakan busana mahal.

"Saya hanya bisa menahan keinginan punya baju bagus. Mereka juga sering ke kelab, mabuk, dan ngebut pakai mobil, tapi saya tidak ikutan. Lagi pula, duit dari mana,” ujarnya.

Peter melihat, mereka tampak bangga, bahkan sombong dengan baju, celana, dan sepatu yang mereka dipakai. Harga celana jins saja, misalnya, bisa Rp 3 juta. ”Perasaan bangga seperti itulah yang ingin saya munculkan kalau konsumen mengenakan busana produk saya,” ujarnya.

Peter kecil akrab dengan kemiskinan. Sewaktu masih kanak-kanak, perusahaan tempat ayahnya bekerja bangkrut sehingga ayahnya harus bekerja serabutan. Peter pun mengalami masa suram. Orangtuanya harus berutang untuk membeli makanan.

Pernah mereka tak mampu membeli beras sehingga keluarga Peter hanya bergantung pada belas kasihan kerabatnya. ”Waktu itu kondisi ekonomi keluarga sangat sulit. Saya masih duduk di bangku SMP Al Ma’soem, Kabupaten Bandung,” kata Peter.

Sewaktu masih SMA, Peter terbiasa pergi ke kawasan perdagangan pakaian di Cibadak, yang oleh warga Bandung di pelesetkan sebagai Cimol alias Cibadak Mall, Bandung. Di kawasan itu dia berupaya mendapatkan produk bermerek, tetapi murah. Cimol saat ini sudah tidak ada lagi. Dulu terkenal sebagai tempat menjajakan busana yang dijual dalam tumpukan.

Selepas SMA, ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Widyatama, Bandung. Namun, biaya masuk perguruan tinggi dirasakan sangat berat, hingga Rp 5 juta. Uang itu pemberian kakeknya sebelum wafat. Tetapi, tak sampai sebulan Peter memutuskan keluar karena kekurangan biaya. Ia berselisih dengan orangtuanya—perselisihan yang sempat disesali Peter—karena sudah menghabiskan biaya besar.

Ia benar-benar memulai usahanya dari nol. Pendapatan selama menjadi pegawai toko disisihkan untuk mengumpulkan modal. Di sela-sela pekerjaannya, ia juga mengerjakan pesanan membuat busana. Dalam sebulan, Peter rata-rata membuat 100 potong jaket, sweter, atau kaus. Keuntungan yang diperoleh antara Rp 10.000- Rp 20.000 per potong.

Gaji saya hanya sekitar Rp 1 juta per bulan, tetapi hasil dari pekerjaan sampingan bisa mencapai Rp 2 juta, he-he-he…,” kata Peter. Penghasilan sampingan itu ia dapatkan selama dua tahun waktu menjadi pegawai toko hingga 2005.

Pengalaman pahit juga pernah dialami Peter. Pada tahun 2008, misalnya, ia pernah ditipu temannya sendiri yang menyanggupi mengerjakan pesanan senilai Rp 14 juta. Pesanannya tak dikerjakan, sementara uang muka Rp 7 juta dibawa kabur. Pada 2007, Peter juga mengerjakan pesanan jins senilai Rp 30 juta, tetapi pemesan menolak membayar dengan alasan jins itu tak sesuai keinginannya.

Akhirnya saya terpaksa nombok. Jins dijual murah daripada tidak jadi apa-apa. Tetapi, saya berusaha untuk tidak patah semangat,” ujarnya.

Belajar menjahit, memotong, dan membuat desain juga dilakukan sendiri. Sewaktu masih sekolah di SMA Negeri 1 Cicalengka, Kabupaten Bandung, Peter juga sempat belajar menyablon. Ia berprinsip, siapa pun yang tahu cara membuat pakaian bisa dijadikan guru.

Saya banyak belajar sejak lima tahun lalu saat sering keliling ke toko, pabrik, atau penjahit,” katanya. Ia juga banyak bertanya cara mengirim produk ke luar negeri. Proses ekspor dipelajari sendiri dengan bertanya ke agen-agen pengiriman paket.

Sejak 2007, Peter sudah sanggup membiayai pendidikan tiga adiknya. Seorang di antaranya sudah lulus dari perguruan tinggi dan bekerja. Peter bertekad mendorong dua adiknya yang lain untuk menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana. Ia, bahkan, bisa membelikan mobil untuk orangtuanya dan merenovasi rumah mereka di Jalan Padasuka, Bandung.

Kerja keras dan doa orangtua, kedua faktor itulah yang mendorong saya bisa sukses. Saya memang ingin membuat senang orangtua,” katanya. Jika dananya sudah mencukupi, ia ingin orangtuanya juga bisa menunaikan ibadah haji.

Meski kuliahnya tak rampung, Peter kini sering mengisi seminar-seminar di kampus. Ia ingin memberikan semangat kepada mereka yang berniat membuka usaha. ”Mau anak kuli, buruh, atau petani, kalau punya keinginan dan bekerja keras, pasti ada jalan seperti saya menjalankan usaha ini,” ujarnya.

Merek Petersaysdenim berasal dari Peter Says Sorry, nama kelompok musik. Posisi Peter dalam kelompok musik itu sebagai vokalis. ”Saya sebenarnya bingung mencari nama. Ya, sudah karena saya menjual produk denim, nama mereknya jadi Petersaysdenim,” ujarnya tertawa.

Peter Firmansyah yang sukses membawa bendera Petersaydenim ke tingkat dunia.

Peter memanfaatkan fungsi jejaring sosial di internet, seperti Facebook, Twitter, dan surat elektronik untuk promosi dan berkomunikasi dengan pengguna Petersaysdenim. ”Juli nanti saya rencana mau ke Kanada untuk bisnis. Teman-teman musisi di sana mau ketemu,” katanya.

Akan tetapi, ajakan bertemu itu baru dipenuhi jika urusan bisnis selesai. Ajakan itu juga bukan main-main karena Peter diperbolehkan ikut berkeliling tur dengan bus khusus mereka. Personel kelompok musik lainnya menuturkan, jika sempat berkunjung ke Indonesia ia sangat ingin bertemu Peter. Ia melebarkan sayap bisnis untuk memperlihatkan eksistensi Petersaysdenim terhadap konsumen asing.

Pokoknya, saya mau ’menjajah’ negara-negara lain. Saya ingin tunjukkan bahwa Indonesia, khususnya Bandung, punya produk berkualitas,” ujarnya.

Dikronik dari IndonesiaProud

Indonesia Bukan Bangsa Tempe: Lima Aplikasi Karya Anak Negeri yang Rajai Asia

Anda pemakai BlackBerry (BB) aktif? Suka menggunakan aplikasi Koprol, Bouncity, Menoo, Gamemachi, dan MiMoMachi langsung dari BlackBerry (BB) Anda? Jika iya, sekarang pertanyaannya adalah: Tahukah kalau aplikasi-aplikasi tersebut buatan anak negeri? Oo… mungkin Anda baru mengetahuinya atau tak memedulikannya.

Tak apa ini hanya sekadar informasi yang bikin Anda – sebagai bagian dari bangsa Indonesia – bolehlah berdecak kagum.

Kenapa?! Kini, Anda tahu bahwa Indonesia bukan bangsa tempe. Tapi, bangsa yang bisa maju juga. Dan lima aplikasi BlackBerry (BB) yang sudah disebutkan tadi adalah bukti nyatanya.

Research In Motion (RIM) sendiri sudah merilisnya, tanggal 28 Juli 2011, yang menyatakan bahwa lima aplikasi tersebut betul-betul besutan bocah-bocah Indonesia.

Keren kan? Ikut berbanggalah…

Koprol karya S. Witoelar yang sudah diakuisisi Yahoo! Inc.
Koprol (jejaring sosial asli Indonesia) yang buatan Satya Witoelar sendiri sudah diakuisisi Yahoo! sejak beberapa waktu lalu.

Mereka sudah bergerak. Giliran Anda yang bergerak. Pilih sendiri perjuanganmu memajukan negeri ini ya. [Lilih Prilian Ari Pranowo]

Lilih Prilian Ari Pranowo | Owner Catatan Lilih & Admin Indonesia Revive!